Bahasan Malam Hari

Kemarin aku pergi ke warung dekat rumah, sama temen, habis itu ada temen-temen yang nyamperin tanpa janjian. Kami berbincang sampai larut malam.

Kalian sadar nggak sih, kadang kalau malam datang, mau nggak mau bahasan kita yang awalnya receh itu jadi berat. Yang awalnya bahas bubur diaduk atau bubur nggak diaduk lama-lama bahas soal hidup. Kemarin kami bahas banyak hal, dari shio, weton, sampai akhirnya ada yang nanya ke aku.

“Mar, kamu kalau menyelesaikan masalah kamu caranya gimana?” kira-kira pertanyaannya seperti itu. Sambil mikir buat ngolah kata aku mantap menjawab.

“Aku orangnya kalau patah biasanya narik diri dulu mas, itu caraku handle my feeling, karena aku tau kalau aku posisi marah atau di kondisi yang in a bad mood aku bakalan punya vibes tersebut dan lingkungan yang sedang bersamaku kemungkinan bisa merasakan hal itu juga, aku nggak mau. Nah ketika aku narik diri, aku biasanya sambil mikir gimana nih caranya aku nyembuhin patahku, kontemplasi kek, curhat sama Tuhan, teman, orangtua, anjingku, jalan-jalan dan lain-lain. Terus kalau udah sembuh, baru deh aku balik lagi.”

Habis jawab pertanyaan di atas, masih banyak bahasan yang kami obrolin. Maklum, jam malam, udah gitu yang kumpul anak-anak umur udah kelar kuliah semua, jadi ya gitu.

Tapi kalau dipikir-pikir, untuk sampai di titik kita yang sekarang kita itu keren banget, nggak semua orang bisa ada di titik kita lho, jadi ayo sayangi dirimu, peluk dirimu sendiri, bilang gini “lo keren banget!” habis itu tutup dengan senyuman dan tepuk tangan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pradikta Wicaksono

Batas

Tidak Apa-Apa