Penghakiman

Dua hari ini aku merasa dihakimi oleh beberapa situasi. Situasi ini terjadi karena adanya komunikasi antara aku dan orang lain.

Kemarin ketika aku menghadiri suatu acara, temanku mengeluarkan pendapatnya tentang tidak bisa pergi atau nonton sesuatu sendirian. Dan itu sungguh sangat amat terbalik dengan kemampuanku yang mampu ke mana-mana sendiri.

Aku nggak mau ngasih tau detail pendapatnya sih, tapi aku akan mencoba memberi contoh kasus yang mirip. Temanku sangat setuju bahwa makan bubur itu harus diaduk, sedangkan aku tidak terlalu peduli dengan cara makan bubur, bagiku mau diaduk atau tidak itu pilihan, tapi bagi temanku orang yang makan bubur tidak diaduk itu aneh. Awalnya aku sedikit berdebat dengan hal itu, tapi lama-lama capek juga, hingga akhirnya aku sadar bahwa mungkin teman dia sedikit jadi referensi dia tentang cara makan bubur juga nggak banyak. Dan ya udah, ngalah aja.

Kadang ngalah bukan berarti kalah, ngalah itu kadang menandakan bahwa kita mau berdiskusi dengan ego kita, mau meredam keinginan yang menggebu-gebu di dada. Anggap saja memang circle dia sesempit itu jadi dia nggak punya pembanding yang cukup, sehingga akhirnya dia nggak open minded. Tapi ya nggak papa, pilihan kok, dan memang menurutku nggak semua orang itu punya kesempatan buat memiliki banyak teman, jadi bersyukurlah kalau kamu punya banyak teman, ya meskipun kadang capek ya, tapi dari sana kita bisa belajar banyak juga.

Penghakiman itu menurutku tidak baik, tapi kalau kamu memang ada di situasi yang sedang dihakimi, selagi tidak terlalu mengganggu menurutku lebih baik didiamkan saja, karena buang-buang waktu aja kalau semisal kamu meladeni semua pendapat orang yang jelas-jelas tidak sefrekuensi dengan kamu.

Tidak perlu menjadi orang yang terlalu menggebu-gebu, tarik napas dulu, kalau lagi capek itu istirahat, bukan cari masalah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pradikta Wicaksono

Bicara

Kalau Akhirnya Kita Nggak Sama-Sama